Jumat, 20 Juni 2014

K-On! Hirasawa Yui Cosplay

Jadi ceritanya udah lama adik gue, Amy, beli wig cosplay Hirasawa Yui-nya K-On. Tapi, dia nggak pernah pake wig ini untuk cosplay Yui-nya beneran dengan alasan belum beli kostumnya dan nggak bisa make upnya. Gue, sebagai kakak perempuan baik hati yang doyan dandan, akhirnya sore ini mendandani Amy dengan alat make up seadanya agar dia bisa jadi makin mirip Yui.

By the way, ini rupa si Yui untuk kalian yang belum tahu:


Dan ini dia hasil cosplay seadanya Yui oleh Amy:




Make up yang gue pake:

Face 
Maybelline Clear Smooth BB Cream
Oriflame Studio Artist Concealer
Maybelline Clear Smooth All-In-One Compact Powder

Eyes
Oriflame Power Red Palette Clutch (eye shadow warna lavender dan putih)
Miss Europe C'est Tout Moi! Black Eyeliner
PIXY Colours of Delight Eyebrow Pencil - Brown

Nose shading
Wardah Eye Shadow G

Lips
Kiko Ultra Glossy Stylo no. 806 (Tangerine)

Outfit
Dress from New Look

Berhubung jepit rambut yang ada di rumah adanya yang warna putih itu dan kita belum sempet beli jepit kuning khas Yui, jadilah kita pakai jepit yang itu aja. Untuk styling wig yang tadinya agak ribet dan berantakan, gue cukup pakai sisir bergigi rata untuk bikin wignya kelihatan lebih rapi dan membentuk poni depan Yui yang khas itu.

Dan oh, dia belum punya lensa kontak warna coklat juga.

Jadi, bagaimana menurut kalian cosplay seadanya ini?

Jumat, 13 Juni 2014

Back to Nature

Pakai bahan-bahan alami buat ngerawat muka itu di antara pengen kembali ke alam atau ngirit. Dalam kasus gue, yang terjadi adalah pilihan kedua.

Well nggak juga sih. Gue juga pengen kembali ke alam untuk memerangi jerawat di muka gue.

Seperti dalam postingan-postingan sebelumnya, kalian udah tau kalo budget make up dan skin care gue di sini amat sangat terbatas. Setelah berbulan-bulan sedikit frustasi melawan jerawat dengan modal apa adanya, akhir-akhir ini gue memutuskan untuk memakai produk langsung dari alam.

Kulit gue tipenya adalah kulit kombinasi yang cenderung berminyak. Dulu waktu SMP dan SMA muka gue nggak gampang berjerawat, paling cuma breakout jelang menstruasi. Tapi setelah usia menjelang 20 dan kulit gue harus adaptasi dengan iklim Prancis, jerawat gue jadi parah banget. Ditambah lagi warna kulit gue yang cenderung cerah bikin bekasnya kelihatan nyata. Ugh.

Benda pertama yang gue gunakan adalah madu. Awalnya gue pake madu langsung di muka untuk jadi masker dan lip balm. Untuk lip balmnya sukses, tapi untuk maskernya nggak terlalu. Mungkin gue juga yang salah karena gue nggak pakai madu mentah (lebih mahal, cyin).

Masih belum menyerah, berdasarkan tips dari temen gue akhirnya memakai madu dicampur dengan gula pasir dan sedikit susu untuk jadi scrub muka. Komposisinya satu gula blok (atau satu sendok teh gula pasir), satu sendok makan madu, dan satu sendok teh susu.

Ingredients!

Cara pakainya cukup dengan diaplikasikan di muka dengan jari lo sambil dipijat lembut, terutama di daerah yang rentan komedo kayak hidung, dahi, dan dagu. Setelah itu didiamkan selama kurang lebih 15 menit, bilas dengan air. Hasilnya jauh lebih oke daripada cuma madu doang, komedo langsung pergi dan kulit gue jadi lebih halus. Gue melakukan scrubbing ini cukup seminggu sekali karena kulit gue bukan tipe yang harus di-scrub terlalu sering. Kalau terlalu sering malah ujung-ujungnya jadi super sensitif dan iritasi.

Hasil yang udah tinggal dikit setelah dipakai dua kali

Kalau tekstur gula masih terasa terlalu kasar, bisa pakai kopi hitam juga. Resep scrub kopi hitam ini gue dapet dari link ini. Yang dibutuhkan cuma  empat sendok makan kopi hitam (jangan coffee mix, apalagi cappuccino instan :p) dan minyak zaitun alias olive oil.  Caranya? Tinggal campur dan pakai, sama kayak scrub gula di atas.

Kebetulan minggu ini gue cukup males untuk mecahin gula blok (karena takut mubazir juga saking kebanyakan), gue akhirnya mencampur kedua resep di atas menjadi scrub dengan bahan dasar kopi, dicampur madu dan susu. Jujur gue jadi lebih suka scrubbing dengan kopi karena partikelnya nggak sekasar gula, serta campuran madu dan susunya tetep bikin kulit lembut.


Oh ya, scrub ini nggak gue pake buat muka aja loh, tapi buat bibir juga. Lumayan ngirit, sekali bikin bisa buat dua hal. Bilang aja nggak mau rugi, dasar mahasiswa

Tapi yang bener-bener penyelamat sih lemon. Nggak tanggung-tanggung gue langsung nempelin irisan si lemon di kulit gue. Hasilnya? Nyesss. Jerawat yang masih aktif berasa disengat. Harus kuat mental emang kalau mau pakai lemon.


Tapi ngiris lemon tiap malem dan nyimpen sisanya lagi di kulkas rasanya bikin lemonnya cepet kering dan agak mubazir, gue akhirnya memutuskan untuk memeras lemon tersebut dan menyimpan sarinya di botol kosong biar bisa dituang ke kapas dan dipakai kayak toner (tadinya mau langsung dioles pake tangan, tapi ternyata susah banget. Niat ngirit malah jadi tumpah -____-).


Setelah memeras dua buah lemon dan masukin ke botol ini, gue baru browsing dan tahu kalau jus lemon cuma tahan tiga hari meski dikulkasin. Solusinya satu: dibekuin! Lebih ampuh untuk melawan jerawat karena es bersifat anti pembengkakan, membantu kerja jus lemonnya.


Lemon, katanya, selain ampuh menghilangkan jerawat, juga bisa mencerahkan bekas jerawat. Banyak produk pemutih yang pakai sari lemon lho, jadi kenapa nggak langsung coba yang asli aja? Buat yang kulitnya kering atau takut perih, sari lemonnya bisa dicampur dulu sama madu atau susu. Madunya kalau bisa madu mentah ya, jangan madu yang kayak Madurasa.

Kata temen-temen sih sejak pakai lemon minggu lalu hasilnya udah cukup kelihatan. Jerawat yang terlanjur ada membaik dan breakout yang muncul gak separah sebelumnya. Minggu ini ada sedikit breakout sih, tapi kering dengan cepet banget setelah tiap malam dengan rajinnya gue kasih sari lemon.

Komposisi perawatan sempurna itu kurang lengkap tanpa toner. Jadi gue mencari-cari toner dengan bahan alami yang gampang didapat. Berhubung gue pernah coba pake toner dari teh dan hasilnya kurang maksimal, gue akhirnya memutuskan untuk mencoba toner dari seduhan chamomile. Hasilnya melembutkan kulit dan bikin kulit siap sebelum ditempelin pelembab dan sunblock. Sebelum tidur gue juga pake seduhan chamomile ini untuk kompres mata. Caranya, basahin kapas dengan seduhan ini dan tempelkan ke mata, selesai!


Mau cantik nggak harus mahal, kok. Asal kita tahu, hal-hal yang ada di sekitar kita bisa kita manfaatin buat membantu kita tampil lebih cantik.

Cheers!


Sabtu, 07 Juni 2014

Me and My Plus-Sized Body

Gue, sepertinya, memang sudah dikutuk dengan selera makan yang sulit dibendung dan kemalasan luar biasa untuk bergerak. Dengan kata lain, gue memang sudah ditakdirkan untuk punya badan gemuk.

On the top of that, dari dulu nama panggilan 'Ndut' sudah melekat pada diri gue. Not that I like it though, at some points it made me hate my body. Really really hate it.

Seperti kita ketahui (banget), di dunia sekarang, standar cantik adalah kurus tinggi semampai. Yang terlalu kurus atau gemuk pasti langsung kena olok-olok. Dan kalimat 'hei-lo-gendutan' atau 'hei-lo-kurusan' udah bisa menggantikan kalimat 'apa kabar' untuk memulai sebuah percakapan. (Kalimat ini pernah dipakai seorang teman yang udah berbulan-bulan nggak menyapa gue dan sampe hari ini gue belum balas.Think ethically, for fuck's sake.)

Kembali ke badan gue lagi. Tinggi badan gue 163 cm, standar tinggi badan wanita Asia Tenggara. Berat badan gue di saat gue nulis postingan ini 74 kg. Berhubung berat badan gue sangat fluktuatif, gue pernah mengalami masa super gendut dan juga lagi kurus-kurusnya.

Waktu SD dan SMP gue bisa dibilang gak segemuk yang sekarang, mungkin sehubung aktivitas gue sangat padat dengan sekolah full day sampai sore, disambung dengan segenap les dan kursus. Ditambah lagi waktu SMP gue cukup aktif di ekskul Taekwondo. Tapi pas masuk SMA, mulailah badan gue membengkak.

Awal masuk SMA, tahun 2009, ini penampakan gue:


Ngeliat kadar kurus-gemuknya gue, kalau nggak keliatan perut, lengan, dan paha, itu gampang, liat aja pipi gue. Kalau makin bulat berarti gue makin menggemuk. Di foto ini kayaknya berat badan gue masih di kisaran 65-68 kg, belum terlalu membengkak.

Setahun di asrama bukannya bikin gue nambah kurus, tapi kebalikannya. Dan semua foto serta orang-orang pun mengonfirmasi hal tersebut. Ini foto gue ketika belum lama naik kelas 2, Ramadhan 2010:

Iya, gue sayang dan suka banget sama rok abu-abu sekolah gue.

Pipi gue keliatan jelas makin lebar. Padahal ini lagi stres ngurusin Baksos angkatan. Di sinilah kenapa gue menggemuk selama di asrama: bukannya mogok makan selama stres, gue malah makin banyak ngemil. Parah emang. Di sini berat badan gue udah mulai menginjak angka 70 -- yang sering kali gue sangkal dengan dalih 'timbangan klinik sekolahnya eror'.

Setahun kemudian, berat badan gue kayaknya stabil di angka 72-74, dibuktikan dengan foto di bawah ini:




Ini foto ketika Ramadhan 2011. Sebelum lebaran, sebelum gue makin menggemuk lagi akibat semua penganan lebaran yang mantap dan berlemak luar biasa. Setelah lebaran, gue memutuskan untuk mulai diet dengan motivasi tampil lebih tipis saat acara wisuda kelulusan SMA.

Diet yang gue lakukan cukup ekstrim, dimulai dari pijat totok telinga untuk menurunkan nafsu makan, minum seduhan daun jati cina yang rasanya amit-amit tiap habis makan, puasa Daud (ini sih karena mau UN juga) dengan buka puasa tanpa camilan, porsi makan berkurang drastis dan menolak makanan-makanan yang biasanya gue makan tanpa ragu demi mengurangi asupan kalori juga.

Nyiksa? Banget. Sebulan pertama semua temen sekelas gue bilang kalau gue keliatan lemes banget. Tapi semua terbayar ketika pada bulan April 2012 berat badan gue turun hingga ke angka 62-63 kg dan penampilan gue jadi seperti ini:


Bahagia sih, sebenernya, kalau lihat hasil akhirnya. Tapi prosesnya bikin gue merinding ketakutan kalau nginget-nginget lagi.

Sepulangnya dari asrama, karena di rumah porsi makan dan kebiasaan puasa gue mulai kendor. Yang masih gue jaga dengan ketat adalah si jamu jati cina. Agaknya gue sedikit melebar karena ketika wisuda di bukan Juni 2012, gue jadi seperti ini:


Setelah wisuda, gue menjalani kehidupan kos-kosan di Salemba selama les di Institut Français d'Indonésie Salemba dari bulan Juni sampai November. Cukup terkontrol sih, berhubung gue sering kali ngirit makan demi menyimpan uang jajan untuk beli hal yang lain. Jamu jati cina juga masih gue jaga meski puasanya sering gue langgar. Paling tiap weekend aja yang agak kendor berhubung gue pulang ke rumah

Foto gue November 2012:


Di periode ini gue jarang banget nimbang. Bisa dibilang gue jadi takut banget liat timbangan, kayak angka-angka itu meneror otak gue untuk diet lagi dan segala macam. Gue suka banget makan, diet adalah masalah besar buat gue.

Setelah bulan November, gue pulang ke rumah sampai bulan September, saat gue berangkat ke Prancis. Di periode inilah badan gue benar-benar membengkak. Gue jarang banget olah raga (kecuali nyapu, ngepel, cuci piring, dan ngejemur baju bisa dibilang olah raga) dan mau makan serta nyemil bener-bener gampang secara bokap gue rajin banget menyuplai camilan di rumah.

Ditambah lagi keluarga gue hampir tiap hari makan masakan Minang. Kadang beli, tapi juga sering bikin sendiri. Ya mau gimana lagi, nyokap gue orang Minang tulen. Inilah yang bikin gue nggak suka sayuran segar. Jangankan sayur segar, sayur bening aja gue nggak mau. Harus full berbumbu dan rasa asli sayurnya ketutup. Buah sih sering disajikan, tapi berhubung bokap gue doyan banget pepaya sementara gue benci pepaya, jadilah gue jarang banget ikut makan.

Ini penampakan gue di bulan Juni 2013, kurang lebih sama kayak sekarang.


Lebaran 2013 adalah puncak penggemukan luar biasa gue. Gue sekeluarga merayakan Idul Fitri di tempat kakak nyokap di Bengkulu, di mana di hampir tiap rumah menyajikan mpek-mpek. Belum lagi tante gue masak sop buntut dan segenap masakan Minang lainnya.

Surga buat lidah, neraka buat badan.

Alhasil beginilah penampilan gue selama di Bengkulu:



Entah pengaruh hijab juga atau emang begitu, pipi gue kelihatan benar-benar bulat di semua foto lebaran tahun ini. Dan kerasa banget sih kalau semua celana menyempit. Kayaknya di periode ini berat badan gue berkisar di angka 78-80 kg.

Waktu gue berangkat ke Prancis bulan September, kayaknya berat badan gue ada di kisaran 78 kg sehubungan sebelumnya gue berkali-kali bolak-balik Tangerang-Jakarta naik umum demi mengurus visa dan membeli berbagai keperluan untuk survival di Prancis. Gue juga melunasi semua utang puasa gue sebelum balik ke Prancis. Tapi yang terakhir ini sama aja bohong sih sehubungan gue buka puasa dengan segala makanan favorit gue kayak martabak manis, cakwe, otak-otak, dan tentu aja, sate padang.

Namanya juga mau setahun meninggalkan itu semua =w=

Ini dia foto-foto gue di hari pertama tiba di Paris:


Lepek karena udah malam banget dan gue baru aja melewati sembilan belas jam lebih perjalanan

Bulan pertama di Grenoble, bisa dibilang berat badan gue susut seiring gue homesick abis dan jadi nggak nafsu makan saking depresinya. Makan cuma sedikit, itupun pasta doang, bukan nasi. Malam cuma makan sedikit corn flakes sama buah. Pagi kadang nggak sarapan. Ditambah lagi gue harus jalan sekitar 15 menit dari tempat tinggal lama gue ke perhentian bus tiap harinya (berakhir ketika gue pindah tempat tinggal di awal November).

Foto bulan Oktober 2013:


Foto awal November 2013:

Laskar PPI Grenoble 2013/2014 beserta bapak Duta Besar Indonesia untuk Prancis dalam acara Foire Internationale de Grenoble 2013

Gemuk? Masih. Kayaknya di foto ini berat badan gue sekitar 76 kg (gue inget karena ketika gue nimbang di tempat Mbak Fida, gue dan Kak Ditya -- kebaya biru muda, rok batik pink, rambut diurai -- berjanji untuk menurunkan berat badan). Gak lama setelah foto ini diambil, gue, Kak Ditya, dan Mbak Yanti (kebaya biru, kerudung biru, di samping kiri Kak Ditya) beli obat diet di apotek yang berbentuk kapsul. Bahan dasarnya dari teh kalau nggak salah, diminum setelah makan.

Iya, Mbak Yanti kurus. Gue juga nggak paham kenapa dia ikutan beli obat diet.

Obat diet ini pernah membawa bencana untuk kita bertiga. Jadi ceritanya tiap Jumat malam PPI selalu mengadakan pengajian dan kadang sekalian makan malam bareng. Suatu Jumat, tergoda harga diskon, gue dan Kak Ditya memutuskan untuk memasak kerang hijau untuk makan malam bareng itu. Seperti biasa kita minum obat diet setelah makan. Malamnya sih nggak kenapa-napa, nah besok paginya baru ada kejadian.

Semua anggota PPI diundang untuk makan siang di rumah salah satu keluarga franco-indonesian di Prancis. Tiba-tiba pagi harinya Mbak Yanti undur diri untuk ikut dengan alasan diare. Awalnya kita bingung, kenapa ini anak bisa mendadak diare? Eh nggak berapa lama kemudian, gue ikutan diare. Puncaknya ketika udah di rumah keluarga ini gue sampe mondar-mandir ke toilet dan ujung-ujungnya muntah. Satu kata: memalukan. Untung si Mbak yang jadi tuan rumah baik hati dan memberikan gue obat diare yang manjur. Nah besoknya baru giliran Kak Ditya yang ikutan diare. Sisanya anak PPI lain yang ikut makan kerang itu nggak kenapa-napa, cuma kita bertiga aja yang diare. Akhirnya kita menyimpulkan kalau kombinasi kerang dan obat diet itulah yang bawa bencana.

Bulan Januari, hasil obat dietnya mulai kelihatan. Mungkin karena gue makan juga nggak pernah banyak banget juga. Berat badan gue turun ke angka 74.

Sebenernya gue nggak suka lihat foto-foto gue selama musim dingin karena gue selalu pakai baju lapis banyak dan itu membuat gue kelihatan sangat besar, tapi ya sudah lah, here you go:

Januari 2014:


Maret 2014:


Sampai hari ini, berat badan gue stabil di angka 74-75 kg. Tapi gue tetep merasa sehat dan pede, nggak peduli orang lain mau bilang apa. Well kadang-kadang sebel juga sih kalau dikatain 'gendut', tapi terus mau apa? Emangnya dia mau beliin gue obat diet atau bayarin sedot lemak?

Untuk gaya baju gue, gue hampir nggak pernah ngikutin guideline berpakaian untuk cewek-cewek plus size. I wear what I want - and what's clean inside my wardrobe iyalah masa baju kotor mau dipake.

Gue sejak di sini jadi suka banget pakai rok mini atau dress di atas skinny jeans/jeggings/legging-stocking. Mungkin gue bosen setelah sekian tahun pakai baju-baju berkesan maskulin terus - kaos oblong, kemeja cowok, sweter cowok, jaket cowok, celana kargo, et cetera -, dan gue emang dari dulu pengen pakai baju-baju unyu yang mengijinkan gue bilang 'kawaii' dengan bebas.

Gue tetep suka pakai kaos, tapi di bawahnya gue pakai rok mini. Kalau mampir ke butik, gue sudah pasti nyamperin rak dress atau rok.

Banyak yang bilang badan gue nggak cocok untuk pakai rok yang berlipat atau berkerut di pinggang, I say; fuck that! I wear what I want. Gue juga mengurangi koleksi baju warna kelam gue dan menambah warna-warna cerah.

Untuk gaya hijab, untuk sehari-hari gue masih mengandalkan kerudung segi empat bahan paris dengan berbagai warna pilihannya dengan alasan praktis dan simpel. Gue makin jarang styling hijab atau pashmina untuk pemakaian sehari-hari karena biasanya gue udah repot sendiri karena harus masak makan siang sebelum berangkat ngampus. Pashmina cuma dipakai sesekali kalau jalan atau ada acara.

Sekarang, gue berdamai dengan tubuh plus size gue dan selera makan gue. Gue makin nyaman dengan tubuh gue dan menerima tubuh gue apa adanya. Gue belajar untuk nggak mengutuk bagian-bagian tubuh gue yang nggak sesuai dengan standar kecantikan jaman sekarang. Gue belajar untuk menghargai apa yang gue punya, apa yang diberi pada gue. Dan gue berusaha untuk merawatnya sekuat tenaga karena badan ini yang satu-satunya gue punya.

Tapi tetep, kalau lo menyapa gue dengan menyebutkan gemuknya gue pertama kali setelah sekian bulan nggak nyapa, jangan heran kalau reaksi gue berubah jadi asem.

Really dude, it is NOT a proper way to greet someone.

Love your body, Beauty Warriors, no matter what size, what shape it has! Here's some self confidence boost for you ヾ(*´∀`*)ノ

((Gue akuin gue emang sangat kurang gaul sih di dunia per-beauty blogging-an, tapi gue jarang banget liat beauty blogger yang bodinya plus size. Kalau ada yang tahu tolong kasih tahu gue ya :D))

Cheers!


Jumat, 06 Juni 2014

Review: The Face Shop's Lovely ME:EX Nail Polish Remover

Beauty Warriors!

Akhir periode fountaine rouge alias minggu berdarah alias dapet adalah masa yang menyenangkan sekaligus menyebalkan buat gue. Menyenangkan karena penderitaan di rahim gue berakhir dan gue bisa ibadah lagi. Menyebalkan karena ini tandanya gue harus menghapus segala bentuk cat kuku yang nemplok di jari-jari gue.

Sebelum gue beli produk yang namanya ada di judul, gue pake nail remover standar yang bisa ditemukan dengan mudah di minimarket terdekat, yang udah dipake Nyokap dari jaman gue masih umur 4 tahun. Mereknya Rosary, harganya 10 ribuan, rupanya kayak gini:


Daya hapusnya nggak gitu oke sih, kapas sebagai aplikatornya harus dibasahin berulang-ulang karena dia menguap dengan kecepatan yang luar biasa. Jatohnya jadi boros, dipake 3 orang (gue, Nyokap, dan Adek) sekali sebulan cuma bisa buat dua bulanan.

Ketika gue mengunjungi gerai The Face Shop sekitar bulan Mei tahun lalu untuk beli kuteks hitam gue (yang nggak abis-abis itu), gue pun memutuskan untuk beli removernya sekalian. Mereknya bisa dilihat di atas, Lovely ME:EX Nail Polish Remover. Penampakannya kayak gini:


Setelah satu tahun dipake (meski cuma sebulan sekali, tapi nggak cuma gue doang lho ya. Temen-temen kadang suka minta juga soalnya) masih nyisa segini. Packagingnya simpel, isi 100 ml, tutupnya tipe yang harus diteken dulu sebelum diputer, jadi nggak gampang tumpah.



Pemakaiannya nggak perlu ditekan-tekan dan digosok secara brutal, cukup diusap-usap sebentar. Jangankan kuteks yang warna lembut, punya gue yang warna hitam kelam aja bisa bersih banget jadinya. Meski bahan dasarnya dari aseton, remover ini nggak bikin kuku dan kulit di sekitarnya kering. Harganya juga nggak seberapa mahal, kisaran 10-30 ribu (lupa persisnya, maklum ya udah setahun, hehe).


Ini dia kapas yang gue pake untuk menghapus kuteks Kiko yang kemarin gue pake. Hasilnya: bersih! Ampuh banget untuk semua kuteks yang gue punya (The Face Shop, Oriflame, dan Kiko).


Ditambah lagi, remover ini lengkap dengan wangi stroberi yang yummy banget. Worth it banget lah. Yang gue punya ini varian 01-Pink, kalau gue nggak salah ada varian satu lagi yang warna ungu.

Repurchase? Iya aja sih, kalau remover ini abis pas kebetulan gue lagi di Indo.

Sekian review produk hari ini, stay awesome!


Selasa, 03 Juni 2014

WORKOUT!

Beauty warriors!

Udah dua minggu ini gue nggak ada kerjaan selain ngegelepar di kamar dengan laptop dan makanan, dan seiring gue bosan dan badan gue mulai nggak enak gue mulai nyoba olahraga kecil-kecilan.

Jarang kan denger gue nyebut kata 'olahraga'.

Awalnya dimulai dari naik gunung di awal ngegabut kemarin, gue jadi lumayan tertarik untuk keluar kamar, berhubung cuaca juga udah nggak sedingin bulan-bulan sebelumnya juga. Gue pengen gerak, nggak tahu kenapa. Bukan karena pengen diet juga, sih. Nggak tau kenapa pengen menghirup udara segar di luar kamar aja.

Seminggu yang lalu pula my dearest homie Uli ngasih gue panduan untuk yoga. Setelah dua kali gue coba gue ngerasa kurang sreg. Kebetulan semalem gue lagi bosen banget dan memutuskan untuk obrak-abrik channelnya CutiePie Marzia (who is, by the way, one of my favorite female YouTuber since she is so adorable, cute, and beautiful, and her videos are awesome. En plus, she is PewDiePie's girlfriend) dan menemukan video ini:


Yep. Dari judulnya aja udah pas banget buat gue yang mager setengah mampus. Gue, semalam, pukul 12 malam kurang sedikit, memutuskan untuk mengikuti rangkaian olahraga yang dipake Marzia di sini.

Hari ini untuk pertama kalinya dalam sekian tahun gue berhasil sit up 30 kali tanpa bantuan orang lain =)) yea this might be funny for you but if you have a belly as huge as I have, sit up is such a grande problem.

Rencananya sih gue mau ngikutin rangkaian workout ini selama gue di sini, untuk di Indonesia nanti gue masih ragu (karena lo tau sendiri malesnya lari pagi di Indonesia). Mungkin lari pagi bakal gue ganti sama skipping di rumah, kita liat aja ntar.

So that's it for today, happy exercising dear Beauty Warriors!